Transportasi. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), transportasi memiliki arti sebagai pengangkutan barang oleh berbagai
jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan teknologi. Dewasa ini, transportasi juga
digunakan untuk memudahkan manusia berpindah dari suatu tempat ke tempat
lainnya.
Indonesia dengan sebutannya sebagai
Negara Kepulauan, tentu membutuhkan sekali keberadaan transportasi. Memiliki
jumlah pulau kurang lebih 17.504 pulau (maritim.go.id), menjadikan masyarakat
Indonesia membutuhkan suatu alat transportasi di darat, laut, maupun
udara. Dibandingkan 20 tahun yang lalu,
terobosan transportasi saat ini hampir semuanya ada di Indonesia. Hal ini juga
diyakinkan oleh Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), "Sistem
transportasi kita paling lengkap mulai darat, laut, udara. Tak semua negeri
punya seperti itu," kata JK dalam acara Pameran Indotrans Expo 2019 di
JCC Senayan, Jakarta Pusat pada Hari Jum’at, 13 September 2019.
Untuk menjangkau seluruh masyarakat
Indonesia, teknologi transportasi baik darat, udara, dan laut juga mengalami
perkembangan. Saat ini pada moda transportasi laut mulai digalakkan tol laut
untuk mempermudah pengangkutan logistik antarpulau di antarpelabuhan Indonesia
sehingga kapal-kapal yang dulunya hanya mengangkut penumpang mampu
berkontribusi banyak dalam penurunan
harga barang di pulau terpencil. Sedangkan pada moda transportasi udara,
masyarakat kian dipermudah mendapatkan tiket pesawat dengan harga terjangkau,
tidak seperti dulu yang terkesan “mewah” karena mampu dibeli orang-orang kaya
saja.
Dan terakhir, moda transportasi
terbanyak saat ini, yaitu transportasi
darat. Hampir semua penduduk Indonesia memiliki motor sebagai alat untuk
mempermudah perpindahan. Apalagi bagi penduduk perkotaan, “barang” ini seperti
suatu hal yang wajib untuk dimiliki. Data membuktikan bahwa pada tahun 2019,
jumlah motor meningkat mencapai 3.226.619 unit. Pantas saja Indonesia disebut sebagai konsumen
dengan 60% pasar se-Asia Tenggara.
Menilik data tersebut,
tidaklah heran jika beberapa daerah di Indonesia menjadi pusat kemacetan. Salah
satu yang terkenal dengan macetnya tentu saja Jakarta. Dengan menjadi ibukota,
pusat bisnis, serta pusat pemerintahan, Jakarta menjadi kota yang sesak. Motor
berseliweran tidak mengenal kata “mengalah”, mobil juga tidak mau kalah
meng-klakson mobil. Sampai-sampai orang awam bilang, tata pemerintahan Kota
Jakarta ini rusuh dan sangat sulit diatur. Pemerintah sendiri mungkin bingung
mau berpihak pada siapa. Semua kebijakan hampir semuanya ditentang.
Namun tentu saja, kebijakan
pemimpin tetap dilakukan untuk mewujudkan ibukota yang mampu menjadi teladan
bagi kota-kota lainnya. Mulai tanggal 9 September 2019 lalu, Gubernur DKI
Jakarta, Anies Basweda n memberlakukan aturan ganjil-genap di 25 ruas jalan Jakarta
dan beberapa jalan masuk-keluar tol. Aturan ini tidak berlaku pada Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional. Jika tidak
mengikuti aturan, siap-siap terkena denda Rp 500.000.
Pertanyaannya sekarang,
efektifkah peraturan gubernur tentang ganjil-genap ini? Fakta dari Kepala Dinas
Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin, volume kendaraan memang berkurang sebanyak
25,24 persen, namun kepadatan malah berpindah
ke jalur-jalur alternatif terutama saat ada traffic
light yang berwarna merah.
Melihat kenyataan
kemacetan Indonesia, semua masyarakat Jakarta resah dengan masalah ini. Kenyamanan
dalam fleksibilitas berkendara menjadi terganggu. Misalnya saat jam sibuk
berangkat kerja dan pulang kerja, tiap orang berlomba-lomba untuk menuju
tujuannya masing-masing. Kecelakaan kecil seperti terserempet pernah dialami
oleh beberapa orang. Penyebabnya ada yang lupa memberi peringatan sein, tidak
mematuhi traffic light, ataupun tidak
sengaja tersenggol. Akhirnya, penyelesaian masalah malah dilakukan di jalan
secara emosional dan puncaknya pasti mengganggu pengendara lainnya.
Setidaknya, menyikapi
kondisi seperti ini, pemimpin Indonesia seharusnya memiliki prioritas dan aksi
sebagai berikut:
1.
Temukan Faktor Utama
Kemacetan dan Tegakkan Hukum
Suatu masalah punya beberapa
penyebab, namun jika ditelusuri, suatu masalah pasti memiliki pemicu utama
sebagai pemicu penyebab lainnya. Menilik kemacetan yang mengganggu Indonesia
saat ini (khususnya Jakarta), pemicu saat ini adalah jumlah kendaraan yang
semakin membludak. Syarat kredit motor atau mobil sangatlah mudah di Indonesia.
Memang perusahaan leasing sangat diuntungkan pada kondsi ini, namun imbasnya
ternyata sangat besar dan memicu masalah lain seperti kemacetan dan tidak
sedikit menimbulkan kecelakaan.
Seharusnya, pemerintah membuat
aturan khusus mengenai persyaratan kredit kendaraan pribadi. Hal ini bisa
memfilter calon pembeli agar hanya membeli kendaraan yang benar-benar
dibutuhkan.
2.
Memperbanyak Rute Transportasi Umum
Memperbanyak Rute Transportasi Umum
Setelah mengurangi jumlah
kendaraan pribadi, pemerintah harus menjadi pemilik kendaraan terdepan.
Galakkan transportasi umum, perluas kemudahan masyarakat dalam menggunakan
transportasi umum. Pertama, rute. Transportasi umum harus menjangkau semua
rute, sehingga masyarakat semakin mudah ke tujuannya. Jika memang kendaraan
besar hanya sampai di jalan raya besar, sediakan transportasi umum menuju
lokasi selanjutnya. Saat ini, sedang marak scooter
elektrik, ini bisa menjadi opsi transportasi selanjutnya. Dan ketiga, buat
harganya terjangkau. Buat masyarakat sampai berpikir, “wow murah banget! Naik
ini saja!” Bayangkan bila banyak orang yang memilih transportasi umum, maka urgensi
untuk memiliki kendaraan pribadi menurun.
3.
Tidak Mencari Solusi di
Luar Kemampuan
Presiden Joko Widodo
akhirnya memutuskan pemecahan masalah kemacetan sebagai program yang tertuang
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, yakni
dengan melakukan pemindahan ibukota. Isu besar ini menjadi pembicaraan hangat
media sosial dan pejabat publik Bulan Agustus lalu. Ya, solusi final yang
menurut Jokowi harus diambil hari ini karena masalah kemacetan yang tak kunjung
reda.
"Kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, dan
polusi udara dan air yang harus segera ditangani," begitu alasan yang diungkapkan Jokowi atas pemindahan ibukota di Istana
Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Keputusan final
ini mungkin sudah dipikirkan matang-matang oleh Presiden Jokowi sendiri, tetapi
tantangan yang dihadapi Pemerintahan Jokowi dalam memindah ibukota Jakarta ke
Kalimantan, tentu sangatlah tinggi. Niatnya baik dan revolusioner, tapi apakah
anggaran dan persiapan keseluruhan sudah dipikirkan dengan berbagai pihak? Apakah
dana APBN masih cukup? Jika tidak cukup, mampukah dana pemindahan ibukota ini
disokong oleh pendapatan lainnya?
Transportasi di Indonesia tentu sangatlah dibutuhkan. Namun sebaiknya, cari
solusi masalah transportasi ini dengan kemampuan negara yang dimiliki saat ini.
Jangan sampai terjadi seperti ungkapan “menyelesaikan masalah dengan masalah”,
tetapi terapkan “menyelesaikan masalah tanpa masalah”, sehingga kenyamanan dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
Artikel ini disadur dari berbagai sumber dan diikutsertakan pada Blogger Writing Competition 2019 memperingati Harhubnas 2019.