Rabu, 30 Oktober 2019

Menemukan Kenyamanan Bertransportasi di Negara Kepulauan




Transportasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), transportasi memiliki arti sebagai pengangkutan barang oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan teknologi. Dewasa ini, transportasi juga digunakan untuk memudahkan manusia berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya.

Indonesia dengan sebutannya sebagai Negara Kepulauan, tentu membutuhkan sekali keberadaan transportasi. Memiliki jumlah pulau kurang lebih 17.504 pulau (maritim.go.id), menjadikan masyarakat Indonesia membutuhkan suatu alat transportasi di darat, laut, maupun udara.  Dibandingkan 20 tahun yang lalu, terobosan transportasi saat ini hampir semuanya ada di Indonesia. Hal ini juga diyakinkan oleh Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), "Sistem transportasi kita paling lengkap mulai darat, laut, udara. Tak semua negeri punya seperti itu," kata JK dalam acara Pameran Indotrans Expo 2019 di JCC Senayan, Jakarta Pusat pada Hari Jum’at, 13 September 2019.

Untuk menjangkau seluruh masyarakat Indonesia, teknologi transportasi baik darat, udara, dan laut juga mengalami perkembangan. Saat ini pada moda transportasi laut mulai digalakkan tol laut untuk mempermudah pengangkutan logistik antarpulau di antarpelabuhan Indonesia sehingga kapal-kapal yang dulunya hanya mengangkut penumpang mampu berkontribusi banyak dalam  penurunan harga barang di pulau terpencil. Sedangkan pada moda transportasi udara, masyarakat kian dipermudah mendapatkan tiket pesawat dengan harga terjangkau, tidak seperti dulu yang terkesan “mewah” karena mampu dibeli orang-orang kaya saja.

Dan terakhir, moda transportasi terbanyak saat ini, yaitu transportasi darat. Hampir semua penduduk Indonesia memiliki motor sebagai alat untuk mempermudah perpindahan. Apalagi bagi penduduk perkotaan, “barang” ini seperti suatu hal yang wajib untuk dimiliki. Data membuktikan bahwa pada tahun 2019, jumlah motor meningkat mencapai 3.226.619 unit. Pantas saja Indonesia disebut sebagai konsumen dengan 60% pasar se-Asia Tenggara.

Menilik data tersebut, tidaklah heran jika beberapa daerah di Indonesia menjadi pusat kemacetan. Salah satu yang terkenal dengan macetnya tentu saja Jakarta. Dengan menjadi ibukota, pusat bisnis, serta pusat pemerintahan, Jakarta menjadi kota yang sesak. Motor berseliweran tidak mengenal kata “mengalah”,  mobil juga tidak mau kalah meng-klakson mobil. Sampai-sampai orang awam bilang, tata pemerintahan Kota Jakarta ini rusuh dan sangat sulit diatur. Pemerintah sendiri mungkin bingung mau berpihak pada siapa. Semua kebijakan hampir semuanya ditentang.

Namun tentu saja, kebijakan pemimpin tetap dilakukan untuk mewujudkan ibukota yang mampu menjadi teladan bagi kota-kota lainnya. Mulai tanggal 9 September 2019 lalu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Basweda n memberlakukan aturan ganjil-genap di 25 ruas jalan Jakarta dan beberapa jalan masuk-keluar tol. Aturan ini tidak berlaku pada Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional. Jika tidak mengikuti aturan, siap-siap terkena denda Rp 500.000. 


Pertanyaannya sekarang, efektifkah peraturan gubernur tentang ganjil-genap ini? Fakta dari Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin, volume kendaraan memang berkurang sebanyak 25,24 persen, namun  kepadatan malah berpindah ke jalur-jalur alternatif terutama saat ada traffic light yang berwarna merah.

Melihat kenyataan kemacetan Indonesia, semua masyarakat Jakarta resah dengan masalah ini. Kenyamanan dalam fleksibilitas berkendara menjadi terganggu. Misalnya saat jam sibuk berangkat kerja dan pulang kerja, tiap orang berlomba-lomba untuk menuju tujuannya masing-masing. Kecelakaan kecil seperti terserempet pernah dialami oleh beberapa orang. Penyebabnya ada yang lupa memberi peringatan sein, tidak mematuhi traffic light, ataupun tidak sengaja tersenggol. Akhirnya, penyelesaian masalah malah dilakukan di jalan secara emosional dan puncaknya pasti mengganggu pengendara lainnya.

Setidaknya, menyikapi kondisi seperti ini, pemimpin Indonesia seharusnya memiliki prioritas dan aksi sebagai berikut:

1.      Temukan Faktor Utama Kemacetan dan Tegakkan Hukum

Suatu masalah punya beberapa penyebab, namun jika ditelusuri, suatu masalah pasti memiliki pemicu utama sebagai pemicu penyebab lainnya. Menilik kemacetan yang mengganggu Indonesia saat ini (khususnya Jakarta), pemicu saat ini adalah jumlah kendaraan yang semakin membludak. Syarat kredit motor atau mobil sangatlah mudah di Indonesia. Memang perusahaan leasing sangat diuntungkan pada kondsi ini, namun imbasnya ternyata sangat besar dan memicu masalah lain seperti kemacetan dan tidak sedikit menimbulkan kecelakaan.
Seharusnya, pemerintah membuat aturan khusus mengenai persyaratan kredit kendaraan pribadi. Hal ini bisa memfilter calon pembeli agar hanya membeli kendaraan yang benar-benar dibutuhkan.

2.    
  Memperbanyak Rute Transportasi Umum

Setelah mengurangi jumlah kendaraan pribadi, pemerintah harus menjadi pemilik kendaraan terdepan. Galakkan transportasi umum, perluas kemudahan masyarakat dalam menggunakan transportasi umum. Pertama, rute. Transportasi umum harus menjangkau semua rute, sehingga masyarakat semakin mudah ke tujuannya. Jika memang kendaraan besar hanya sampai di jalan raya besar, sediakan transportasi umum menuju lokasi selanjutnya. Saat ini, sedang marak scooter elektrik, ini bisa menjadi opsi transportasi selanjutnya. Dan ketiga, buat harganya terjangkau. Buat masyarakat sampai berpikir, “wow murah banget! Naik ini saja!” Bayangkan bila banyak orang yang memilih transportasi umum, maka urgensi untuk memiliki kendaraan pribadi menurun.           

3.      Tidak Mencari Solusi di Luar Kemampuan

Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan pemecahan masalah kemacetan sebagai program yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, yakni dengan melakukan pemindahan ibukota. Isu besar ini menjadi pembicaraan hangat media sosial dan pejabat publik Bulan Agustus lalu. Ya, solusi final yang menurut Jokowi harus diambil hari ini karena masalah kemacetan yang tak kunjung reda.

"Kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, dan polusi udara dan air yang harus segera ditangani," begitu alasan yang diungkapkan Jokowi atas pemindahan ibukota di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/8/2019).



Keputusan final ini mungkin sudah dipikirkan matang-matang oleh Presiden Jokowi sendiri, tetapi tantangan yang dihadapi Pemerintahan Jokowi dalam memindah ibukota Jakarta ke Kalimantan, tentu sangatlah tinggi. Niatnya baik dan revolusioner, tapi apakah anggaran dan persiapan keseluruhan sudah dipikirkan dengan berbagai pihak? Apakah dana APBN masih cukup? Jika tidak cukup, mampukah dana pemindahan ibukota ini disokong oleh pendapatan lainnya?

Transportasi di Indonesia tentu sangatlah dibutuhkan. Namun sebaiknya, cari solusi masalah transportasi ini dengan kemampuan negara yang dimiliki saat ini. Jangan sampai terjadi seperti ungkapan “menyelesaikan masalah dengan masalah”, tetapi terapkan “menyelesaikan masalah tanpa masalah”, sehingga kenyamanan dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia.

Artikel ini disadur dari berbagai sumber dan diikutsertakan pada Blogger Writing Competition 2019 memperingati Harhubnas 2019.
Comments


EmoticonEmoticon